MENULIS BUKU TEKS1
“ HUBUNGAN BUKU TEKS DAN KOMPONEN PEMBELAJARAN“
DOSEN : Prof.
Drs. H. Jumadi, M. Pd./ Noor Cahaya, M.Pd.
Kelompok
2 :
Nurbaiti (A1B114091)
Nia
Novita Putri (A1B114084)
Mahmuda
(A1B114074 )
Nurul
Hidayah (A1B114092)
Hilda
Saraswati (A1B114023)
Purnama (A1B114042)
Untung
Slamet Raharjo (A1B114101)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2016
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan kepada kita. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
Baginda Rasullullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan umatnya,
Amin. Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan tugas dari dosen pengampu
mata kuliah Menulis Buku Teks 1, Prof. Drs. H. Jumadi,
M. Pd./ Noor Cahaya, M.Pd. dengan judul “Hubungan Buku Teks dan Komponen Pembelajaran”.
Makalah
ini disusun berdasarkan apa yang kami dapat dari buku-buku dan sumber lain yang
berkaitan dengan mata kuliah ini. Namun demikian kami menyadari jika adanya
kekurangan–kekurangan di dalam makalah ini dan oleh karena kekurangan itu untuk
dapat terlengkapi melalui diskusi serta bimbingan dan arahan dari dosen
pengampu.
Cukup
sekian yang dapat kami ungkapkan dalam kata pengantar ini, semoga dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Demikian dan terima kasih.
Banjarmasin, 24 Februari 2016
Kelompok
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar adalah
perubahan secara progresif. Belajar yang efektif yaitu belajar dengan
melibatkan seluruh panca indra. Di dalam proses belajar mengajar diperlukan
buku teks untuk mendukung kegiatan belajar serta tercapainya suatu tujuan
pendidikan. Buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang
merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat
maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan sarana
pengajaran yang serasi dan mudah dipahami oleh para pemakainya di
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang sesuatu program
pengajaran.
Buku teks
mempunyai banyak fungsi dalam pembelajaran, baik bagi guru yang mengajar maupun
bagi siswa. Buku teks mempunyai kualitas yang berbeda antara buku teksa satu
dengan buku teks yang lain, di antaranya ada buku teks yang mempunyai kualitas
tinggi dan sebaliknya. Oleh karena itu, kita harus bisa memilih dan menentukan
mana buku yang mempunyai kualitas tinggi dan mana yang tidak mempunyai
kualitas. Kualitas buku teks dapat dilihat dari sudut pandangan (point of
view), kejelasan konsep, relevan dengan kurikulum, menarik minat siswa,
menumbuhkan motivasi, menstimulasi aktivitas siswa, ilustratif, buku teks harus
dimengerti oleh siswa, menunjang mata pelajaran lain, menghargai perbedaan
individu, serta memantapkan nilai-nilai. Buku teks dihubungkan dengan komponen
pembelajaran karena buku teks merupakan sarana tertulis suatu pembelajaran.
Oleh karena itu semua komponen pembelajaran layak tercermin di dalam buku teks.
Sepertinya hubungan buku teks dengan kurikulum, tujuan pembelajaran, siswa,
guru, media pembelajaran, dan strategi pembelajaran.
1. Apa
hubungan antara buku teks dengan kurikulum?
2. Apa hubungan antara buku teks dengan tujuan
pembelajaran?
3. Apa
hubungan antara buku teks dengan siswa
4. Apa
hubungan antara buku teks dengan guru?
5. Apa
hubungan antara buku teks dengan media pembelajaran?
6. Apa
hubungan antara buku teks dengan strategi pembelajaran?
1. Agar dapat memahami hubungan antara buku teks dengan kurikulum.
2. Agar dapat memahami hubungan antara buku teks
dengan tujuan pembelajaran.
3. Agar dapat
memahami hubungan antara buku teks dengan siswa.
4. Agar dapat
memahami hubungan antara buku teks dengan guru.
5. Agar dapat
memahami hubungan antara buku teks dengan media pembelajaran.
6. Agar dapat
memahami hubungan antara buku teks dengan strategi pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
Para
guru yang setiap hari berkecimpung dalam dunia pembelajaran akan terasa benar
betapa erat hubungan antara kurikulum dan buku teks. Begitu eratnya, terasa
hubungan itu saling menunjang antara satu dengan yang lain. Ada sebagian
pendapat yang mengatakan bahwa kurikulum lebih dahulu daripada buku teks. Buku
teks dianggap sebagai sarana penunjang bagi kurikulum tersebut. Walaupun
begitu, tidaklah menutup kemungkinan bahwa kurikulum lahir berdasarkan adanya
buku teks yang dianggap relatif baik sehingga perlu disusun programnya secara
bersistem.
Pada
hakikatnya, kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Sementara
itu, buku teks adalah sarana belajar yang digunakan di sekolah untuk menunjang
suatu program pembelajaran. Dengan demikian, keberadaan kurikulum dan buku teks
selalu berdekatan dan berkaitan. Atau, dengan perkataan lain, kurikulum itu
ibarat resep masakan dan buku teks adalah bahan-bahan yang dilakukan untuk
mengolah masakan tersebut. Dalam hal ini pengolah atau juru masaknya adalah
guru.
Namun
demikian, kurikulum itu tidak bersifat menentukan segalanya. Pada kurikulum
KTSP, misalnya, yang pengembangannya dilakukan sepenuhnya oleh sekolah masih
diperlukan penafsiran, penjelasan, perincian, dan pemaduan terhadap kompetensi,
hasil belajar, indikator, dan materi pokok yang tercantum pada kurikulum itu.
Dalam penulisan buku teks, penulis masih perlu menyusun silabus, menentukan
metode pembelajaran, mencari bahan yang sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai, dan menentukan cara penyajian bahan yang sesuai dengan perkembangan
anak. Mengingat keadaan kurikulum demikian itu, makin besarlah tanggung jawab
penulis buku teks untuk menjabarkan kurikulum dalam bentuk silabus. Di samping
itu, penulis perlu memahami benar landasan-landasan dan arah yang digunakan
dalam penyusunan kurikulum agar penafsiran dan pengembangannya dalam bentuk
buku teks dapat dipertanggungjaabkan dari berbagai segi.
Menurut Tyler,
ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam proses pengembangan kurikulum.
1) Tujuan apa yang ingin dicapai?
2) Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan?
3) Bagaimana pengalaman belajar itu diorganisasikan secara efektif?
4) Bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan?
1) Tujuan apa yang ingin dicapai?
2) Pengalaman belajar apa yang perlu disiapkan untuk mencapai tujuan?
3) Bagaimana pengalaman belajar itu diorganisasikan secara efektif?
4) Bagaimana menentukan keberhasilan pencapaian tujuan?
Keempat pertanyaan tersebut terlihat pada (1) Komponen tujuan, (2) Komponen isi. (3) Komponen metode pembelajaran, dan (4) Komponen evaluasi atau penilaian pada kurikulum.
Komponen tujuan merupakan arah atau sasaran yang hendak dituju oleh proses penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap kegiatan sepatutnya mempunyai tujuan, karena tujuan menuntun kepada apa yang hendak dicapai, atau sebagai gambaran tentang hasil akhir dan suatu kegiatan.
Komponen
isi merupakan pengalaman belajar yang diperoleh siswa dari sekolah. Dalam hal
ini siswa melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memperoleh pengalaman
belajar tersebut. Pengalaman-pengalaman ini dirancang dan diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga apa yang diperoleh siswa sesuai dengan tujuan.
Komponen
metode pembelajaran merupakan cara yang dilakukan siswa untuk memperoleh pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan. Metode kurikulum berkaitan dengan proses
pencapaian tujuan sedangkan proses itu sendiri berkaitan dengan bagaimana
pengalaman belajar atau isi kurikulum diorganisasikan.
Komponen
evaluasi atau penilaian pada kurikulum merupakan cara yang dilakukan untuk
mengukur kadar ketercapaian tujuan pembelajaran, baik secara proses maupun
hasil. Hasil evaluasi ini dapat dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbaikan
lebih lanjut agar tujuan pembelajaran yang diidealkan dalam kurikulum dapat
tercapai secara maksimal.
Pada
sisi lain, setiap pilihan dan bentuk yang diterapkan dalam pengembangan
kurikulum akan membawa dampak terhadap proses memperoleh pengalaman yang
dilaksanakan. Untuk itu perlu, ada kriteria pola organisasi kurikulum yang
efektif.
Menurut
Tyler, kriteria dalam merumuskan organisasi kurikulum yang efektif adalah(1)
berkesinambungan (continuity), (2) berurutan (sequence), dan (3) keterpaduan
(integration). Prinsip berkesinambungan terlihat adanya pengulangan kembali unsur-unsur
utama kurikulum secara vertikal. Sebagai contoh, jika dalam Pelajaran Bahasa
Indonesia pengembangan keterampilan membaca dipandang sebagai sesuatu yang
sangat penting, maka pelatihan membaca perlu dilakukan secara terus-menerus
atau berkesinambungan. Dengan demikian, keterampilan siswa dalam membaca dapat
berkembang secara efektif melalui pelajaran tersebut. Prinsip berurutan
terlihat pada isi kurikulum diorganisasi dengan cara mengurutkan bahan
pelajaran sesuai dengan tingkat kedalaman atau keluasannya. Sebagai contoh,
pembelajaran keterampilan membaca dimulai dari membaca permulaan sampai dengan
membaca lanjut. Dengan demikian, penguasaan siswa terhadap diperoleh secara
bertahap dari yang mudah (keterampilan dasar) menuju yang sulit atau kompleks
(keterampilan lanjut).
Sementara
itu, prinsip keterpaduan menampak pada tidak adanya pemisahan secara dikotomis
antara isi yang satu dengan yang lain dalam kurikulum. Hal ini sesuai dengan
kenyataan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, siswa tidak pernah menerapkan
secara terpisah keterampilan tertentu dengan keterampilan yang lain. Mereka
selalu menerapkannya secara terpadu. Sebagai contoh, pembelajaran membaca di
sekolah sebaiknya dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran menulis sehingga
keterampilan siswa lebih utuh, tidak terpisah-pisah. Oleh karena itu,
pembelajaran berbasis kontekstual dan tematik sangat cocok untuk memenuhi kriteria keterpaduan ini.
Jawaban
atas keempat pertanyaan yang dapat digali dari keempat komponen kurikulum
tersebut harus dipakai sebagai dasar pengembangkan silabus dan penulisan buku
teks.
Sebelum dijelaskan lebih jauh tentang hubungan buku
teks dan tujuan pembelajaran, hasil penelitian tentang ”Hubungan Ketersediaan
Buku dan Cara Mempelajarinya dengan Hasil Belajar Siswa dalam Ilmu Pengetahuan
Sosial Si Sekolah Menengah Pertama Se-Kota Administratif Palu” yang dilakukan
oleh Djamaludin Kantao berikut ini dapat dipakai sebagai ilustrasi awal.
1.
Ada perbedaan hasil belajar berdasarkan ketersediaan
buku teks di tangan siswa. Kelompok siswa yang ketersediaan buku teksnya
berkategori "baik" memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kelompok siswa yang ketersediaan buku teksnya berkategori
"cukup". Sedangkan kelompok siswa yang ketersediaan buku teksnya
berkategori "cukup" memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kelompok siswa yang ketersediaan buku teksnya berkategori
"kurang".
2.
Ada perbedaan hasil belajar siswa
berdasarkan cara mempelajari buku teks. Kelompok siswa yang selalu menerapkan
cara mempelajari buku teks yang baik memperoleh hasil belajar yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan kelompok siswa yang kadang-kadang menerapkan cara
mempelajari buku teks yang baik. Sedangkan kelompok siswa yang kadang-kadang
menerapkan cara mempelajari buku teks yang baik memperoleh hasil belajar yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok siswa yang hampir tidak pernah
menerapkan cara mempelajari buku teks yang baik.
3.
Tidak ada interaksi antara
ketersediaan buku teks dengan cara mempelajarinya terhadap hasil belajar siswa.
Penemuan ini merupakan suatu petunjuk bahwa mungkin ada interaksi antara cara
mempelajari buku teks dengan minat dan sikap siswa terhadap bahan pelajaran
dalam buku teks.
Dari hasil-hasil di atas ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa tergantung kepada ketersediaan buku teks dan cara mempelajarinnya. Penyediaan buku teks yang lengkap di tangan siswa dan penerapan cara mempelajari buku teks dengan baik akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Dari hasil-hasil di atas ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar siswa tergantung kepada ketersediaan buku teks dan cara mempelajarinnya. Penyediaan buku teks yang lengkap di tangan siswa dan penerapan cara mempelajari buku teks dengan baik akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Untuk
maningkatkan hasil belajar siswa diperlukan penyediaan buku teks yang lengkap
si tangan siswa dan penerapan cara mempelajari buku teks yang baik. Penyediaan
buku teks yang lengkap di tangan siswa dapat dilakukan dengan cara: orang tua
membelikan buku teks yang sesuai dengan kebutuhan anaknya, perpustakaan sekolah
menyediakan buku teks sesuai dengan kebutuhan siswa dan perpustakaan sekolah
memberikan pelayanan sebaik-baiknya terhadap siswa. Peningkatan cara
mempelajari buku teks yang baik dapat dilakukan dengan cara memberikan
bimbingan kepada siswa tentang bagaimana cara mempelajari buku teks dengan
baik.
Berdasarkan
rangkuman hasil penelitian di atas dapat diketahui betapa hubungan antara buku
teks dan tujuan pembelajaran dengan penjelasan sebagai berikut.
a. Buku
teks berisi serangkaian uraian materi yang mendukung tujuan pembelajaran
b. Buku
teks berisi serangkaian kegiatan yang mendukung ketercapaian kompetensi
tertentu.
Dengan demikian,
dengan menggunakan buku teks diharapkan tujuan pembelajaran atau kompetensi
yang ingin dicapai dapat terwujud.
Tujuan pembelajaran atau kompetensi akan tercapai apabila penulis buku teks mempertimbangkan hal-hal berikut.
a.
Uraian materi yang tertuang dalam buku teks harus diorientasikan pada tujuan
pembelajaran dan kompetensi yang telah dirumuskan dalam silabus.
b.
Tahapan-tahapan uraian materi harus diarahkan pada indikator-indikator
pencapaian tujuan pembelajaran atau pencapaian kompetensi.
c.
Setiap tahapan uraian materi sebaiknya difokuskan pada satu indikator pencapaian
tujuan pembelajaran atau kompetensi sehingga memudahkan untuk mengukur atau
mengevaluasinya.
Telah dijelaskan pada bagian 2.1
bahwa buku teks akan berpengaruh terhadap kepribadian siswa, walaupun pengaruh
itu tidak sama antara siswa satu dengan lainnya. Dengan membaca buku teks,
siswa akan dapat terdorong untuk berpikir dan berbuat yang positif, misalnya
memecahkan masalah yang dilontarkan dalam buku teks, mengadakan pengamatan yang
disarankan dalam buku teks, atau melakukan pelatihan yang diinstruksikan dalam
buku teks. Dengan adanya dorongan yang konstruktif tersebut, maka dorongan atau
motif-motif yang tidak baik atau destruktif akan terkurangi atau terhalangi.
Oleh karena itu benar apa yang dikatakan oleh Musse dkk (1963:484) bahwa
pengaruh buku teks terhadap anak bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1)
dapat mendorong perkembangan yang baik dan (2) menghalangi perkembangan yang
tidak baik.
Jika
Memperhatikan
fungsi buku teks yang begitu penting bagi siswa, maka sajian buku teks harus
memperhatikan (1) pertumbuhan dan perkembangan anak, (2) perbedaan individual
dan jenis kebutuhan anak, dan (3) gaya belajar anak. Ketiga hal tersebut
diuraikan secara garis besar berikut ini.
1.
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Perkembangan adalah pola gerakan
atau perubahan yang dimulai sejak saat pembuahan dan berlangsung terus selama
siklus kehidupan (Santrok dan Yussen,1992). Pola gerakan ini kompleks dan
merupakan produk dari beberapa proses, yaitu biologis, kognitif, dan sosial.
Terkait dengan itu,
Seifert dan Haffnung membedakan tiga tipe (domain) perkembangan anak, yaitu
perkembangan fisik, perkembangan kognitif, dan perkembangan psikososial.
Perkembangan fisik mencakup pertumbuhan biologis. Misalnya, pertumbuhan otak,
otot, tulang serta penuaan dengan berkurangnya ketajaman pandangan mata dan
berkurangnya kekuatan otot-otot. Perkembangan kognitif mencakup
perubahan-perubahan dalam berpikir, kemampuan berbahasa yang terjadi melalui
proses belajar. Perkembangan psikososial berkaitan dengan perubahan-perubahan
emosi dan identitas pribadi individu, yaitu bagaimana seseorang berhubungan
dengan keluarga, teman-teman dan guru-gurunya. Ketiga domain tersebut pada
kenyataannya saling berhubungan dan saling berpengaruh.
Setiap fase
perkembangan pada dasarnya sintesis dari tugas-tugas perkembangan dan
tugas-tugas sosial. Oleh karena itu, pada usia-usia tertentu seseorang harus
mampu melakukan tugas-tugas perkembangan tersebut agar dapat memberikan
kebahagiaan serta memberi jalan bagi tugas-tugas berikutnya. Menurut
Havighurst, setiap tahap perkembangan individu harus sejalan dengan
perkembangan aspek-aspek lainnya, yaitu fisik, psikis, emosional, moral dan
sosial.
Hasil penelitian dan
kajian teoretik Carol Gestwicki (1995) mengemukakan bahwa hukum-hukum
perkembangan dideskripsikan sebagai berikut.
- Dalam perkembangan terdapat urutan yang dapat
diramalkan.
- Perkembangan pada suatu tahap merupakan landasan
bagi perkembangan berikutnya.
- Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal.
- Dalam perkembangan terdapat waktu-waktu yang optimal.
- Perkembangan itu maju berkelanjutan dan semua
aspek-aspeknya merupakan kesatuan
yang saling mempengaruhi
- Perkembangan itu maju
berkelanjutan dan semua aspek-aspeknya merupakan kesatuan yang saling mempengaruhi.
- Setiap individu berkembang sesuai dengan waktunya
masing-masing.
- Perkembangan
berlangsung dari yang sederhana kepada yang kompleks, dari yang umum kepada
yang khusus.
Dalam hal pertumbuhan
anak, Sutterly Donnely (1973) mendeskripsikan sepuluh prinsip dasar pertumbuhan sebagai berikut.
- Pertumbuhan adalah kompleks, semua aspek-aspeknya
berhubungan sangat erat.
- Pertumbuhan mencakup hal-hal kuantitatif dan
kualitatif.
- Pertumbuhan adalah proses yang berkesinambungan
dan terjadi secara teratur.
- Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat
keteraturan arah.
- Tempo pertumbuhan tiap anak tidak sama.
- Aspek-aspek berbeda dari pertumbuhan, berkembang
pada waktu dan kecepatan
berbeda.
- Kecepatan dan pola pertumbuhan dapat dimodifikasikan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
- Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat masa-masa krisis.
- Kecepatan dan pola pertumbuhan dapat dimodifikasikan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik.
- Pada pertumbuhan dan perkembangan terdapat masa-masa krisis.
- Pada suatu organisme
akan kecenderungan untuk mencapai potensi perkembangan yang maksimum.
- Setiap individu tumbuh dengan caranya sendiri yang
unik.
2.
Perbedaan Individual dan Jenis Kebutuhan Anak
Buku teks harus memperhatikan
perbedaan individual dan jenis kebutuhan anak, naik anak usia Sekolah Dasar maupun
anak usia Sekolah Menengah.
a.
Perbedaan
individual anak usia Sekolah Dasar
1)
Perbedaan individual seorang anak akan terjadi pada setiap aspek perkembangan
anak itu. Aspek perkembangan tersebut di antaranya adalah pada aspek
perkembangan fisik, intelektual, moral, maupun aspek kemampuan.
2)
Perbedaan pada aspek perkembangan fisik jelas terlihat dari perbedaan bentuk,
berat, dan tinggi badan. Selain itu, perbedaan fisik juga dapat diidentifikasi
dari segi kesehatan anak. Sedangkan perbedaan pada aspek perkembangan
intelektual dapat dilihat sejalan dengan tahapan usia, kemampuan anak pun
meningkat. Namun demikian, karena pengaruh berbagai faktor, kemampuan di antara
anak-anak tersebut bisa berbeda. Misalnya, si A pada usia 7 tahun sudah bisa
membuat suatu karangan yang bersifat aplikasi dari suatu konsep, tetapi si B
pada usia yang sama belum bisa melakukan hal yang dilakukan A.
3)
Perbedaan kemampuan seorang anak bisa mencakup perbedaan dalam berkomunikasi,
bersosialisasi atau perbedaan kemampuan kognitif. Faktor yang menonjol dalam
membentuk kemampuan kognitif adalah faktor pembentukan lingkungan alamiah dan
lingkungan buatan.
b. Jenis-Jenis Kebutuhan Anak Usia
Sekolah Dasar
1) Istilah “kebutuhan”, “dorongan”, atau “motif” pada kehidupan sehari-hari sering digunakan secara bergantian. Namun demikian, secara konsep ada perbedaan di antaranya. Kebutuhan lebih mengacu pada keadaan di mana seseorang terdorong melakukan sesuatu karena adanya kekurangan pada jaringan-jaringan di dalam dirinya yang lebih bersifat fisiologis; sedangkan dorongan atau motif merupakan kebutuhan tingkat tinggi yang bersifat psikologis.
2) Cole dan Bruce (1959) membagi kebutuhan menjadi dua golongan, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis; sedangkan A. Maslow (1954) membagi kebutuhan menjadi tujuh tingkatan atau jenjang dari yang mendasar hingga kebutuhan yang paling kompleks.
3)Dalam kaitannya dengan perbedaan individu pada anak usia Sekolah dasar, digunakan penggolongan kebutuhan oleh Lindgren (1980) menjadi empat tingkatan kebutuhan, yaitu kebutuhan jasmaniah, perhatian, dan kasih sayang, kebutuhan untuk memiliki, dan aktualisasi diri.
4)Hurlock
(197 menyatakan bahwa dalam pemenuhan beberapa kebutuhan anak, disiplin dapat
digunakan. Sedangkan DeCecco dan Grawford (1974) mengajukan empat sikap guru
dalam memberikan dan meningkatkan motivasi siswa.
c. Perbedaan Individu dan Kebutuhan
Anak Usia Sekolah Menengah
1) Secara garis besar, perbedaan individu dikategorikan menjadi dua, yaitu perbedaan secara fisik dan psikis. Perbedaan secara psikis meliputi perbedaan dalam tingkat intelektualitas, kepribadian, minat, sikap dan kebiasaan belajar.
2)
Dalam
pandangan yang lain, perbedaan individual siswa sekolah menengah dibedakan
berdasarkan perbedaan dalam kemampuan potensial dan kemampuan nyata. Kemampuan
nyata dapat disebut sebagai prestasi belajar.
3)Menurut
Witherington, indikator perilaku intelegen antara lain:
4) Gage
dan Berlinier (1984:165) mempunyai pandangan tentang kepribadian sebagai
berikut. “Personality is the integration of all of persons traits abilities,
motives as well as his or her temperament, attitudes, opinios, beliefs,
emotional responses, cognitive styles, characters and morals.”
5) Menurut
Murray, kebutuhan individu dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu
viscerogenic dan psychogenic. Kebutuhan psychogenic dibagi lagi menjadi dua
puluh kebutuhan. Kebutuhan yang cenderung dominan pada siswa
sekolah menengah berdasarkan dua puluh kebutuhan, menurut konsep Murray,
adalah:
·
need for dominance
·
sex.
3.
Gaya belajar anak
Sama halnya dengan keunikan tiap individu, masing-masing anak ternyata memiliki gaya belajar sendiri. Meski bersekolah di sekolah yang sama dan duduk di kelas yang sama, gaya belajar setiap anak ternyata tidak pernah sama. Perbedaan itu bahkan terdapat pada anak-anak dari satu keluarga, antara adik dan kakak, bahkan anak kembar sekalipun. Perbedaan gaya belajar anak harus terakomodasi pada buku teks.
Sekedar contoh, ada siswa yang begitu tekun menyimak meski si guru menyampaikan materi pelajaran tak ubahnya seperti ceramah selama berjam-jam. Ada yang terkesan hanya memperhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa banyak anak yang merasa bosan dengan pendekatan belajar yang menempatkan siswa sebagai pendengar setia.
Secara keseluruhan, ada sementara anak yang lebih mudah menangkap isi pelajaran jika disertai praktik. Siswa seperti ini lebih suka berkutat di laboratorium mengamati dan mempelajari berbagai hal nyata dari pada mendengar penjelasan si guru. Sementara itu, yang lain mungkin lebih tertarik mengikuti pelajaran yang disertai berbagai aspek gerak. Contohnya, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali diselingi nyanyian dan tepuk tangan.
Tidak hanya itu. Selain ada anak yang harus “bersemedi” dan tutup pintu kamar rapat-rapat supaya bisa bekonsentrasi belajar, juga cukup banyak anak yang mengaku justru terbuka pikirannya bila belajar sambil mendengarkan musik, entah yang mengalun merdu atau malah ingar-bingar. Sementara sebagian lainnya merasa perlu untuk mengubah materi pelajaran menjadi komik atau corat-coret yang gampang “dibaca”.
Dari sekian banyak contoh gaya belajar di atas, ada tiga tipe gaya belajar yang biasa dijumpai, yaitu visual learner, auditory learner, dan kinesthetic/tactile learner.
Visual Learner
Gaya belajar visual (visual
learner) menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret
harus diperlihatkan terlebih dahulu agar si anak paham. Ciri-ciri anak yang
memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan
menangkap informasi secara visual sebelum ia memahaminya. Konkretnya, yang
bersangkutan lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi bergambar. Selain
itu, ia memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, di samping mempunyai
pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya ia memiliki
kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara,
sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan
kata atau ucapan.
Untuk mendukung gaya belajar ini,
ada beberapa pendekatan yang bisa dipakai. Caranya, gunakan beragam bentuk
grafis untuk menyampaikan informasi/materi pelajaran. Perangkat grafis tersebut
bisa berupa film, slide, ilustrasi, coretan atau kartu-kartu gambar berseri yang
dapat dimanfaatkan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan.
Perhatikan ciri lengkap visual learner pada boks berikut
Ciri Visual Learner
- Senantiasa berusaha melihat bibir guru yang sedang mengajar.
- Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya anak akan melihat teman- teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak.
- Cenderung menggunakan
gerakan tubuh (untuk mengekspresikan dan menggantikan kata-kata) saat
mengungkapkan sesuatu.
- Tak suka bicara di
depan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain.
- Biasanya kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
- Biasanya kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan.
- Lebih suka peragaan
daripada penjelasan lisan.
- Biasanya dapat duduk
tenang di tengah situasi yang ribut dan ramai tanpa merasa terganggu.
Auditory Learner
Auditory Learner
Gaya belajar ini mengandalkan
pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model
belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk
menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami
informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka
yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi
dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Untuk membantu anak-anak seperti ini, gunakan tape untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan anak dalam diskusi juga sangat cocok untuk anak seperti ini. Bantuan lain yang bisa diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman. Perhatikan ciri lengkap auditory learner pada boks berikut
Ciri Auditory Learner
Untuk membantu anak-anak seperti ini, gunakan tape untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Selain itu, keterlibatan anak dalam diskusi juga sangat cocok untuk anak seperti ini. Bantuan lain yang bisa diberikan adalah mencoba membacakan informasi, kemudian meringkasnya dalam bentuk lisan dan direkam untuk selanjutnya diperdengarkan dan dipahami. Langkah terakhir adalah melakukan review secara verbal dengan teman. Perhatikan ciri lengkap auditory learner pada boks berikut
Ciri Auditory Learner
- Mampu mengingat dengan baik materi yang didiskusikan dalam kelompok atau kelas.
- Mengenal banyak sekali
lagu atau iklan TV, bahkan dapat menirukannya secara tepat dan komplet.
- Cenderung banyak omong.
- Cenderung banyak omong.
- Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca
yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja
dibacanya.
- Kurang cakap dalam mengerjakan tugas
mengarang/menulis.
-
Kurang tertarik memperhatikan hal-hal
baru di lingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan
pengumuman di pojok kelas dan sebagainya.
Kinesthetic/Tactile Learner
Kinesthetic/Tactile Learner
Gaya belajar ini mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya.
Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik. Perhatikan ciri lengkap kinesthetic/tactile learner pada boks berikut
Ciri Kinesthetic/Tactile Learner
- Gemar menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya.
-
Amat sulit untuk berdiam diri/duduk manis.
-
Suka mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya sedemikian aktif.
-
Memiliki koordinasi tubuh yang baik.
-
Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar.
-
Mempelajari hal-hal yang abstrak (simbol matematika, peta, dan sebagainya)
dirasa amat sulit oleh anak dengan gaya belajar ini.
-
Cenderung terlihat “agak tertinggal” dibanding teman sebayanya. Padahal hal ini
disebabkan oleh tidak cocoknya gaya belajar anak dengan metode pengajaran yang
selama ini lazim diterapkan di sekolah-sekolah.
Apa pun gaya belajar yang dipilih pada
dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang bersangkutan bisa menangkap
materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi hasil optimal. Itulah
sebabnya mengapa penuls buku teks harus memahami aneka gaya belajar anak dan
diterapkan pada buku teks yang ditulisnya.
Telah
dijelaskan pada butir 2.1 bahwa buku teks mempunyai nilai lebih bagi guru.
Kelebihan itu terllihat pada hal-hal berikut.
1. Buku teks memuat persediaan materi bahan ajar
yang memudahkan guru merencanakan jangkauan bahan ajar yang akan disajikannya
pada satuan jadwal pengajaran (mingguan, bulanan, caturwulanan, semesteran).
2. Buku teks memuat masalah-masalah terpenting dari
satu bidang studi.
3. Buku teks banyak memuat alat bantu pengajaran, misalnya gambar, skema, diagram, dan peta.
4. Buku teks merupakan rekaman yang permanen yang memudahkan untuk mengadakan peninjauan ulang di kemudian hari.
3. Buku teks banyak memuat alat bantu pengajaran, misalnya gambar, skema, diagram, dan peta.
4. Buku teks merupakan rekaman yang permanen yang memudahkan untuk mengadakan peninjauan ulang di kemudian hari.
5. Buku teks memuat bahan ajar yang seragam, yang
dibutuhkan untuk kesamaan evaluasi, dan juga kelancaran diskusi.
6. Buku teks
memungkinkan siswa belajar di rumah.
7. Buku teks memuat bahan ajar yang relatif telah
tertata menurut sistem dan logika tertentu.
8. Buku teks membebaskan guru dari kesibukan mencari bahan ajar sendiri sehingga sebagian waktunya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
8. Buku teks membebaskan guru dari kesibukan mencari bahan ajar sendiri sehingga sebagian waktunya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.
Kenyataan lain juga
menunjukkan bahwa masih banyak guru yang bergantung penuh pada buku teks
sehingga satu-satunya sumber dalam pembelajaran adalah buku teks tersebut. Pada
kondisi seperti ini, peran buku teks menjadi penting dan sangat menentukan
benar-tidaknya pelaksanaan pembelajaran. Konsekuensinynya, jika sesuatu yang
ada dalam buku teks tersebut salah, misalnya, pengetahuan siswa pun akan
menjadi salah. Jika kebijakan pemilihan buku teks diberikan kepada guru mata
pelajaran, perlulah memberikan bekal yang memadai pada para guru akan kriteria
buku teks yang baik dan benar. Namun, jika kebijakan yang diambil adalah
membuat buku teks sendiri, perlulah dibuat tim yang benar-benar menguasai
materi bidang studi dan tatacara penulisan buku teks yang benar.
Guru
menggunakan buku teks karena ia memiliki beberapa fungsi. Sheldon mengajukan
tiga alasan utama yang diyakininya mengenai penggunaan buku teks oleh para
guru. Pertama, guru menggunakan buku teks karena mengembangkan materi ajar
sendiri sangat sulit dan berat bagi guru. Kedua, guru mempunyai waktu yang
terbatas untuk mengembangkan materi baru karena sifat dari profesinya itu.
Ketiga, adanya tekanan eksternal yang menekan banyak guru (Sheldon dalam
Garinger 2001: 2). Ketiga alasan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh
guru dalam memilih buku. Penggunaan buku teks merupakan cara yang paling
efisien karena waktu untuk mempersiapkan bahan ajar berkurang. Di samping itu,
buku menyediakan aktivitas yang sudah siap untuk dilaksanakan dan membekali
siswa dengan contoh konkret.
Alasan lain bagi
penggunaan buku teks ialah karena buku teks merupakan kerangka kerja yang
mengatur dan menjadwalkan waktu kegiatan program pembelajaran. Di mata siswa,
tidak ada buku teks berarti tidak ada tujuan. Tanpa buku teks, siswa mengira bahwa
mereka tidak ditangani secara serius. Dalam banyak situasi, buku teks dapat
berperan sebagai silabus. Buku teks menyediakan teks dan tugas pembelajaran
yang siap pakai. Buku teks merupakan cara yang paling mudah untuk menyediakan
bahan pembelajaran. Siswa tidak mempunyai fokus yang jelas tanpa adanya buku
teks dan ketergantungan pada guru menjadi tinggi. Bagi guru baru yang kurang
berpengalaman, buku teks berarti keamanan, petunjuk, dan bantuan. (Ansary,
2002: 2)
Alasan penggunaan buku teks seperti ini hanya berlaku jika:
(1) buku teks memenuhi kebutuhan guru dan siswa;
(2) topik-topik dalam buku teks relevan dan menarik
bagi guru dan siswa;
(3) buku teks tidak membatasi kreativitas guru;
(4) buku teks disusun dengan realistik dan
memperhitungkan situasi pembelajaran di kelas;
(5) buku teks beradaptasi dengan gaya belajar siswa;
dan
(6) buku teks tidak menjadikan guru sebagai budak
dan pelayan.
Apabila aspek-aspek ini tidak dipenuhi, maka buku teks hanya akan menjadi masses of rubbish skillfully marketed, seperti diungkapkan oleh Brumfit (Ansary 2002: 2), yang hanya akan menguntungkan secara materi bagi pihak-pihak yang dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi membisniskan buku teks, dan mencemari dunia pendidikan. Dalam hal seperti ini, sebaiknya guru dibekali dengan pengetahuan bagaimana memilih buku teks dan bagaimana mengaplikasikannya secara kreatif di kelas.
Sementara itu, UNESCO
menggariskan tiga fungsi pokok dari buku teks, yaitu (1) fungsi informasi, (2)
fungsi pengaturan dan pengorganisasian pembelajaran, dan (3) fungsi pemandu
pembelajaran. (Seguin 1989:18-19).
Selanjutnya berdasarkan
fungsi-fungsi ini, dapat ditentukan jenis-jenis buku yang diperlukan untuk
menyertai buku teks, dalam hal ini buku pegangan untuk siswa yang juga dipegang
guru dalam KBM, yang biasanya semuanya telah menjadi satu paket, yang terdiri
atas (1) buku siswa, (2) buku guru, dan (3) sejumlah komponen yang meliputi:
buku kerja atau buku kegiatan, materi bacaan tambahan, dan buku tes (Supriadi,
2000: 1).
Yang perlu diperhatikan
adalah, ketika guru menggunakan buku teks dalam pembelajaran, guru harus tetap
menerapkan pembelajaran sebagai sosok guru yang konstruktivis dengan ciri-ciri
sebagai berikut.
1. Guru mendorong, menerima inisiatif, dan membuat mandiri siswa.
2. Guru
menggunakan data atau fenomena aktual dan kontekstual sebagai sumber utama pada
fokus materi pembelajaran.
3. Guru
memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihan kemampuan
mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.
4. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menguraikan isi pelajaran dan memvariasikan strategi pembelajaran.
5. Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa
terhadap suatu konsep sebelum memulai pembelajaran.
6. Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antarsiswa.
6. Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antarsiswa.
7. Guru mendorong siswa untuk berpikir, melalui
pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.
8. Guru
melakukan elaborasi erhadap respons siswa, baik yang sudah benar maupun yang
belum benar.
9. Guru
melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan kontradiksi dengan hipotesis
siswa dan mendiskusikannya.
10. Guru memberikan waktu berpikir yang cukup bagi
siswa dalam menjawab pertanyaan.
11. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.
11. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.
12. Guru mengakhiri pembelajaran dengan
memfasilitasi proses penyimpulan melalui acuan yang benar.
(Diadaptasikan Brooks & Brooks, dalam Waliman, dkk. 2001)
E. Hubungan Buku
Teks dan Media Pembelajaran
Sebelum mengetahui hubungan buku teks dan media pembelajaran, perlu dipahami terlebih dahulu konsep-konsep pokok yang terkait dengan media pembelajaran sebagai berikut.
a. Media pembelajaran pada hakikatnya merupakan penyalur pesan-pesan pembelajaran yang disampaikan oleh sumber pesan (guru) kepada penerima pesan (siswa) dengan maksud agar pesan-pesan tersebut dapat diserap dengan cepat dan tepat sesuai dengan tujuannya.
b. Konsep media pembelajaran tidak terbatas hanya kepada peralatan (hardware), tetapi yang lebih utama yaitu pesan atau informasi (software) yang disajikan melalui peralatan tersebut. Dengan demikian konsep media pembelajaran itu mengandung pengertian adanya peralatan dan pesan yang disampaikannya dalam satu kesatuan yang utuh.
c. Guru dapat lebih mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran melalui penggunaan media secara optimal, sebab media ini memiliki fungsi, nilai dan peranan yang sangat menguntungkan, terutama sekali mengurangi terjadinya verbalisme (salah penafsiran) terhadap bahan ajar yang disampaikan pada diri siswa.
d. Ada tiga jenis media pembelajaran yang biasa dipakai dalam pembeljaran, yaitu media visual, media audio, dan media audio-visual. Dari masing-masing jenis media tersebut terdapat berbagai bentuk media yang dapat dikembangkan dalam kegiatan belajar-mengajar. Media mana yang akan digunakan tergantung kepada tujuan yang ingin dicapai, sifat bahan ajar, ketersediaan media tersebut, dan juga kemampuan guru dalam menggunakannya.
e. Setiap media memiliki kelebihan dan keterbatasan. Oleh karena itu, tidak ada media yang dapat digunakan untuk semua situasi atau tujuan pembelajaran.
f. Pemilihan media pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh guru untuk menentukan jenis media mana yang lebih tepat digunakan dan sesuai dengan tujuan pembelajaran, sifat materi yang akan disampaikan, strategi yang digunakan, serta evaluasinya. Adanya pemilihan media ini disebabkan sangat banyak dan bervariasinya jenis media dengan karakteristik yang berbeda-beda.
g. Penggunaan media pembelajaran perlu memperhatikan tujuan yang ingin dicapai, sifat dari bahan ajar, karakteristik sasaran belajar (siswa), dan kondisi tempat/ruangan. Juga perlu dipertimbangkan kesederhanaannya, menarik perhatian, adanya penonjolan/penekanan (misalnya dengan warna), direncanakan dengan baik, serta memungkinkan siswa lebih aktif belajar.
Media memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai berikut.
1. Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke objek langsung yang dipelajari, maka objeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Objek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar-gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
2. Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu objek, yang disebabkan, karena : (a) objek terlalu besar; (b) objek terlalu kecil; (c) objek yang bergerak terlalu lambat; (d) objek yang bergerak terlalu cepat; (e) objek yang terlalu kompleks; (f) objek yang bunyinya terlalu halus; (f) objek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
4. Media menghasilkan keseragaman pengamatan
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis.
6. Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7. Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
8. Media memberikan pengalaman yang integral atau menyeluruh dari yang konkret sampai dengan abstrak.
Berdasarkan konsep-konsep pokok tentang media pembelajaran di atas jelaslah bahwa buku teks merupakan salah satu jenis media pembelajaran. Hanya saja, bila dibanding dengan media pembelajaran lainnya, buku teks mempunyai fungsi “lebih” dari pada sekedar media pembelajaran. Buku teks tidak hanya sebagai “penyalur pesan” tetapi juga sebagai sumber pesan atau sebagai pengganti guru. Dengan membaca buku teks, siswa seolah-olah berhadapan dengan guru. Siswa dapat memperoleh informasi lewat buku teks, siswa dapat melakukan kegiatan sesuai dengan petunjuk yang tertuang dalam buku teks, dan siswa dapat mengukur kadar ketercapaian pembelajaran dengan cara mengerjakan tugas-tugas atau menjawab soal-soal yang terdapat dalam buku teks.
F. Hubungan Buku
Teks dan Strategi Pembelajaran
Sebelum mengetahui hubungan buku teks dan strategi pembelajaran, perlu dipahami terlebih dahulu konsep-konsep pokok yang terkait dengan strategi pembelajaran sebagai berikut.
a. Belajar merupakan proses mental dan emosional atau aktivitas pikiran dan perasaan.
b. Hasil belajar berupa perubahan perilaku, baik yang menyangkut kognitif, psikomotorik, maupun afektif.
c. Belajar berkat mengalami, baik mengalami secara langsung maupun mengalami secara tidak langsung (melalui media). Dengan kata lain belajar terjadi di dalam interaksi dengan lingkungan (lingkungan fisik dan lingkungan sosial).
d. Keterlibatan dalam pengalaman belajar mempunyai pengaruh penting
terhadap pembelajaran.
e. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan
f. Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak peserta didik untuk mau melaksanakan tugas sekalipun mengandung risiko.
e. Pembelajaran merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur: tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru.Semua unsur atau komponen tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi; dan semuanya berfungsi dengan berorientasi kepada tujuan
f. Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak peserta didik untuk mau melaksanakan tugas sekalipun mengandung risiko.
g. Strategi yang mendalam dapat dipergunakan namun pengaruh penting terhadap
beberapa aspek, seperti; usia, kematangan, kepercayaan dan penghargaan terhadap
orang lain.
h. Pada umumnya pembelajaran berpengaruh kepada hal-hal khusus seperti menghargai orang lain dan bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.
h. Pada umumnya pembelajaran berpengaruh kepada hal-hal khusus seperti menghargai orang lain dan bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.
i. Terdapat banyak pengaruh yang dapat dipelajari melalui model (contoh)
sedang peserta didik berusaha menirunya.
j. Pada awal pembelajaran, langkah pertama yang perlu dilakukan ialah
mengenali modalitas kita
masing-masing yaitu bagaimana
menyerap informasi dengan mudah. Apakah modalitas kita visual, yaitu belajar
melalui apa yang dilihat, apakah auditorial yaitu belajar melalui apa yang
didengar, apakah kinestetik, yaitu belajar melalui gerak dan sentuhan.
Supaya pembelajaran terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip, yaitu motivasi, perhatian, aktivitas, umpan balik, dan perbedaan individu.
d. Motivasi adalah dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
Supaya pembelajaran terjadi secara efektif perlu diperhatikan beberapa prinsip, yaitu motivasi, perhatian, aktivitas, umpan balik, dan perbedaan individu.
d. Motivasi adalah dorongan untuk melakukan kegiatan belajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik dinilai lebih baik, karena berkaitan langsung dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
e. Perhatian atau pemusatan energi psikis terhadap pelajaran erat kaitannya
dengan motivasi. Untuk memusatkan perhatian siswa terhadap pelajaran bisa
didasarkan terhadap diri siswa itu sendiri dan atau terhadap situasi
pembelajarannya.
f. Aktivitas merupakan salah satu indikator belajar. Bila pikiran dan
perasaan siswa tidak terlibat aktif dalam situasi pembelajaran, pada hakikatnya
siswa tersebut tidak belajar. Penggunaan metode dan media yang bervariasi dapat
merangsang siswa lebih aktif belajar.
g. Umpan balik di dalam belajar sangat penting, agar siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
h. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
Terkait dengan konsep-konsep pokok strategi pembelajaran di atas, buku teks hendaknya mampu mengomunikasikan materi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran agar setiap anak dapat menyerap dan memahaminya untuk kemudian digunakan pada saat diperlukan. Hal ini hanya dapat dicapai bila penulis buku teks mengetahui karakteristik siswa yang visual, yang auditorial maupun yang kinestik.
Buku teks tradisional yang mementingkan perkembangan intelektual haruslah diubah. Buku teks modern lebih memperhatikan karakteristik kepribadian anak, baik mengenai segi emosi, sosial, jasmani maupun segi intelektualnya. Penulis buku teks berusaha dengan sengaja mengembangkan semua aspek pribadi anak dengan memberikan bahan pembelajaran yang sesuai dan dengan cara penyampaian yang bervariasi. Hal ini mengingat bahwa sebenarnya pribadi anak itu tidak dapat dipecah-pecah menjadi beberapa bagian yang terpisah-pisah. Dalam segala tindakannya manusia itu bersikap sebagai suatu keseluruhan yang utuh.
g. Umpan balik di dalam belajar sangat penting, agar siswa segera mengetahui benar tidaknya pekerjaan yang ia lakukan. Umpan balik dari guru sebaiknya yang mampu menyadarkan siswa terhadap kesalahan mereka dan meningkatkan pemahaman siswa akan pelajaran tersebut.
h. Perbedaan individual adalah individu tersendiri yang memiliki perbedaan dari yang lain. Guru hendaknya mampu memperhatikan dan melayani siswa sesuai dengan hakikat mereka masing-masing. Berkaitan dengan ini catatan pribadi setiap siswa sangat diperlukan.
Terkait dengan konsep-konsep pokok strategi pembelajaran di atas, buku teks hendaknya mampu mengomunikasikan materi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran agar setiap anak dapat menyerap dan memahaminya untuk kemudian digunakan pada saat diperlukan. Hal ini hanya dapat dicapai bila penulis buku teks mengetahui karakteristik siswa yang visual, yang auditorial maupun yang kinestik.
Buku teks tradisional yang mementingkan perkembangan intelektual haruslah diubah. Buku teks modern lebih memperhatikan karakteristik kepribadian anak, baik mengenai segi emosi, sosial, jasmani maupun segi intelektualnya. Penulis buku teks berusaha dengan sengaja mengembangkan semua aspek pribadi anak dengan memberikan bahan pembelajaran yang sesuai dan dengan cara penyampaian yang bervariasi. Hal ini mengingat bahwa sebenarnya pribadi anak itu tidak dapat dipecah-pecah menjadi beberapa bagian yang terpisah-pisah. Dalam segala tindakannya manusia itu bersikap sebagai suatu keseluruhan yang utuh.
BAB III
PENUTUP
Komponen pembelajaran merupakan pendekatan belajar yang mendekatkan
materi yang dipelajari oleh siswa dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa.
Jika dilaksanakan dengan baik pembelajaran konstektual dapat meningkatkan makna
pembelajaran ini pada gilirannya menimbulkan hasil belajar siswa, baik hasil
belajar yang berupa kemampuan dasar maupun kemampuan fungsional. Pendekatan
pembelajaran konstektual memerlukan guru yang gemar mempelajari konteks untuk
dikaitkan dengan materi pelajaran yang diajarkan.
Hubungan
antara dan buku teks dianggap sebagai
sarana penunjang bagi kurikulum tersebut. Walaupun begitu, tidaklah menutup
kemungkinan bahwa kurikulum lahir berdasarkan adanya buku teks yang dianggap
relatif baik sehingga perlu disusun programnya secara bersistem. Dengan
menggunakan buku teks diharapkan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin
dicapai dapat terwujud. Hubungan buku teks dengan komponen pembelajaran
meliputi antara lain, buku teks dengan kurikulum, buku teks dengan tujuan
pembelajaran, buku teks dengan sisa, buku teks dengan guru, buku teks dengan
media pembelajaran, buku teks dengan strategi pembelajaran
B. Saran
Dalam komponen pembelajaran, terutama pembelajaran konstekstual diperlukan guru yang berwawasan luas yang dapat mengaitkan mata pelajaran dengan kehidupan sehari-hari serta materi pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa. Strategi guru dalam proses pembelajaran kontekstual sangat menetukan keberhasilan siswanya. Guru melakukan perubahan kebiasaan dalam proses belajar mengajar, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian hasil belajarnya. Sebagai calon pendidik (guru) pembelajaran kontekstual ini sangat penting karena dapat membantu siswa untuk lebih mudah menerima materi pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Daftar Rujukan
Sugandi, Achmad. 2005. Teori Pembelajaran. Semarang : UNNES Press.
Sudrajat, Akhmad. 2008. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/
pembelajaran-kontekstual, diakses tanggal 16 Maret 2010.
Andika. 2009. http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/20/komponen-
pembelajaran-kontekstual-ctl. Diakses tanggal 14 Maret 2010.
http://www.idonbiu.com/2009/05/komponen-pembelajaran-yang-efektif.html
http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/20/komponen-pembelajaran-kontekstual-ctl/
http://www.riaupos.com/beritaahad.php?act=full&id=70&kat=8
Sudrajat, Akhmad. 2008. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/29/
pembelajaran-kontekstual, diakses tanggal 16 Maret 2010.
Andika. 2009. http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/20/komponen-
pembelajaran-kontekstual-ctl. Diakses tanggal 14 Maret 2010.
http://www.idonbiu.com/2009/05/komponen-pembelajaran-yang-efektif.html
http://ipankreview.wordpress.com/2009/03/20/komponen-pembelajaran-kontekstual-ctl/
http://www.riaupos.com/beritaahad.php?act=full&id=70&kat=8